Bagaimana Kita Memahami Kemahakuasaan Allah?

Bagaimana Kita Memahami Kemahakuasaan Allah?

Ilmu pengetahuan manusia dapat didefinisikan.  Sains dapat didefinisikan.
Apa-apa yang berasal dari dunia ini dapat didefinisikan.

Tapi Allah adalah misteri, sampai kapan pun sebelum dunia ini berakhir, adalah tetap misteri.

Dunia ini dapat didefinisikan, tetapi Allah tidak dapat didefinisikan.
Dunia ini dapat dinalar, tetapi Allah tidak dapat dinalar.

Apa-apa yang dari dunia ini dapat diterima akal, namun Berita Surgawi sukar ditangkap logika.

Bila ada suatu agama yang sangat definitif, justru ini kita harus merasa curiga.
Benar berasal dari Allahkah, ataukah justru dari Dunia ini?

Kadang suatu sikap yang dianggap mengagungkan dan membesarkan Allah, justru sebenarnya bermakna sebaliknya, yaitu merendahkan dan meremehkan Allah.

Hal ini terjadi pada agama Islam.

Misal ajaran yang mengatakan kalau gunung-gunung PASTI akan hancur meledak bila berhadap-hadapan dengan Allah.

Ada suatu perkataan, “Allah maha besar dan maha dahsyat, sehingga tidak mungkin ada makhluk yang mampu mendekati Allah.”

Ini mengagungkan, ataukah malah meremehkan Allah?

Memangnya Allah itu BOM ATOM atau SEBUAH NUKLIR yang MELEDAK, sehingga siapapun tidak mampu mendekati Allah?

Mengenai gunung, yang adalah ciptaanNya, bagaimana jika Allah berfirman, “Jangan meledak wahai gunung, jangan takut wahai bukit, karena aku adalah penciptamu.” Apakah gunung tidak patuh dan tetap akan meledak dengan sendirinya tanpa diperintah?

Ada lagi perkataan, “TIDAK MASUK AKAL, TIDAK DAPAT DITERIMA LOGIKA, masakan Allah jadi manusia.”

Ini sikap mengagungkan, ataukah malah meremehkan kemahakuasaan Allah?

Jika Allah itu mahakuasa, segala sesuatu dapat Dia kerjakan, segala sesuatu dapat Dia laksanakan.

Kalau kita menganggap TIDAK MASUK AKAL bahwa Allah menjadi manusia atau serupa dengan ciptaanNya, berarti kita telah memandang rendah Allah dengan menganggap Allah tidak mampu melakukan itu.
Benarkah Allah yang dikatakan MahaKuasa itu tidak mampu melakukan itu?


Dengan alasan menonjolkan kemahaan Allah, sebenarnya hal itu telah menunjukkan bahwa diri kita sebenarnya belum mengenal Allah.

Tujuannya baik, untuk mengagung-agungkan Allah, tetapi malah meremehkan dan menjadikan Allah itu mirip sebuah program komputer, sesuai dengan nalar dan bentukan akal kita sendiri.

Terlalu “menyempurnakan” Allah, tetapi malah berakibat sebaliknya, menjadikan seolah-olah Allah “tidak sempurna” atau “tidak mampu”.



Kalau dikatakan, “Allah itu Maha Besar”

Memangnya Allah tidak mampu menjadikan diriNya sekecil semut?
Bukankah semut juga ciptaan Allah?

Dan apa tidak bisa Allah menjadikan dirinya sekecil protozoa, seukuran sel makhluk hidup, atau bahkan lebih kecil lagi, menjadi proton atau elektron.

Walaupun Allah Maha Besar, bukan berarti Allah tidak mampu menguasai diriNya yang Maha Besar.

Kalau ada seorang manusia yang bertubuh gendut, itu wajar bila dia tidak mampu menguasai dirinya bila oleng ke samping hingga jatuh, karena berat dan besar tubuhnya.

Begitu pula kalau ada seorang manusia yang bertubuh raksasa, yang tidak mampu masuk ke dalam sebuah rumah kecil karena ukurannya tidak pas dengan tubuhnya.

Allah bukanlah manusia, jadi janganlah kita berlagak seolah meninggikan Allah padahal dibalik itu tanpa disadari kita malah memandang rendah atau meremehkan Allah.
 
Ketika Allah “menjelmakan” FirmanNya dalam wujud seorang manusia, bukan berarti Allah hilang sama sekali, karena sudah berubah wujud menjadi manusia.  Penggunaan kata “menjelmakan” atau “mewujudkan” hanya dianggap sebagai pilihan kata yang paling mendekati, tetapi sesungguhnya tidak ada kata-kata yang bisa dipakai untuk mengungkapkan mujizat Allah ini.   Sebab, walaupun Allah telah menjelma menjadi manusia, Allah yang Maha Pencipta tetap ada di surga, Dia tetap bertakhta dan mengatur alam semesta ini agar tidak kacau balau.  Apalagi, memang yang Dia jelmakan itu adalah “FirmanNya”, sementara Allah sendiri masih tetap berkuasa sebagai Allah Bapa yang abstrak dan tidak dapat dilihat.   Mujizat Allah yang sungguh besar inilah yang menyebabkan seolah-olah ada dua Allah, satu di langit dan satu di bumi.  Di langit sebagai Allah, dan di bumi sebagai Tuhan Yesus.   Di langit sebagai Bapa, dan di dunia sebagai Anak Allah.   Ini adalah hakikat Kuasa dan Mujizat Allah yang sungguh-sungguh luar biasa.   Walaupun Allah menyatakan DiriNya dalam dua pribadi, tiga pribadi, atau bahkan lima sekalipun, Dia tetaplah Allah yang sama.   Inilah hakikat keesaan Allah, Allahnya Israel, Allahnya Abraham, Allahnya Ishak, dan Allahnya Yakub.   Sungguh besar kuasa dan mujizatNya, tidak dapat ditiru atau digambarkan atau diterangkan dengan model apapun, kecuali dengan “pendekatan” semata.